Pernahkah Anda merenungkan mengapa dua orang yang berbeda dalam melihat masalah yang serupa beraksi dengan cara yang berbeda? Jawabannya ada pada yang namanya model mental.
Model mental merupakan konsep, kerangka kerja, atau pandangan dunia yang tertanam di dalam pikiran individu dalam rangka untuk membantu dirinya untuk memahami dunia dan memahami hubungan antar elemen-elemen yang membentuknya. Sebuah model mental dapat dikatakan juga sebagai representasi bagaimana dunia bekerja (Moray, 1999).
Model mental adalah alat yang membantu kita memahami kehidupan. Sebagai contoh, model penawaran dan permintaan adalah model mental yang dapat membantu Anda memahami cara kerja perekonomian. Dan, model empat kuadran dalam teori permainan adalah model mental yang bisa membantu Anda memahami bagaimana masyarakat berperilaku dalam situasi strategis.
Istilah model mental pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf dan ahli polimatika Amerika, Charles Sanders Peirce, pada tahun 1896. Peirce menjelaskan bahwa penalaran adalah proses di mana manusia memikirkan situasi yang ada, lalu membuat gambaran (model mental) dari situasi tersebut. Dari gambaran itu, seseorang dapat melihat hubungan yang tidak langsung terlihat dan melakukan percobaan dalam pikiran untuk menarik kesimpulan. Dalam pencariannya untuk pemecahan masalah yang dihadapinya, Peirce menggunakan model mental di berbagai bidang, seperti matematika, fisika, psikologi, antropologi, dan ekonomi. (Callaway, 2020).
Kemudian, model mental ini menjadi populer berkat pengaruh Charlie Munger. Charlie Munger, yang merupakan mitra bisnis Warren Buffett dan wakil ketua Berkshire Hathaway, mengabdikan hidupnya untuk belajar dan memahami realitas dengan menerapkan model mental dari berbagai disiplin. Ia menekankan pentingnya model mental ini dalam pidatonya di University of Southern California, Amerika Serikat, pada tahun 2007.
Kenyataannya, otak kita tak akan mampu menyimpan semua detail yang ada di dunia ini. Dengan model mental, kita bisa menyederhanakan kerumitan menjadi potongan-potongan yang lebih mudah dipahami (Jones dkk, 2011).
Di dalam dunia kebijakan, tugas para pembuat kebijakan adalah adalah membuat kebijakan yang sesuai dengan pemahaman tentang cara dunia bekerja. Model mental sangat berperan di sini. Model mental dapat menjadi panduan bagi pengambil kebijakan untuk menjelaskan situasi yang dihadapinya. Dengan model mental, penentu kebijakan dapat menemukan solusi dengan cepat dan efektif serta membangun reputasi sebagai pemecah masalah (problem solver).
Bayangkan Anda adalah seorang pembuat kebijakan yang sedang menghadapi masalah kemacetan lalu lintas yang parah di kota Anda. Solusi yang terlintas di benak kebanyakan orang mungkin adalah memperlebar jalan atau membangun jalan baru. Tapi tunggu dulu! Seorang pembuat kebijakan dengan model mental yang kuat akan melihat lebih jauh.
Mereka dapat memadukan konsep “induced demand” (permintaan terinduksi) dengan “transit-oriented development” (pengembangan berorientasi transit). Alih-alih hanya memperlebar jalan yang justru akan menarik lebih banyak kendaraan, mereka bisa merencanakan sistem transportasi transportasi publik yang efisien, dipadukan dengan pembangunan kawasan mixed-use di sekitar titik-titik transit. Kawasan mixed-use ini menggabungkan fungsi perumahan, perkantoran, komersial, dan fasilitas publik dalam satu area, yang memungkinkan warga untuk tinggal, bekerja, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bergantung pada kendaraan pribadi. Hasilnya ? Solusi ini tidak hanya mengurangi kemacetan, tetapi juga menciptakan kota yang lebih layak huni dan berkelanjutan serta mengurangi polusi dan meningkatkan mobilitas.
Inilah kehebatan model mental. Mereka seperti kacamata yang memberikan kita pandangan yang lebih jelas dan menyeluruh tentang dunia. Charlie Munger menyebutnya sebagai “lattice work of mental models“─jalinan model mental yang saling berhubungan.
Nah, sekarang Anda mulai melihat kekuatan model mental, bukan? Tapi tunggu, masih ada lagi! Charlie Munger, bahkan menjadikan model mental sebagai gaya hidupnya. Ia menghabiskan hidupnya untuk membaca dan belajar, mengumpulkan model mental dari berbagai disiplin ilmu. Hasilnya? Keputusan bisnis yang cemerlang dan wawasan yang tajam.
Mari kita telusuri beberapa contoh model mental yang berguna bagi pembuat kebijakan. Salah satunya adalah Australian Policy Cycle (APC) seperti yang dikemukan oleh Althaus dkk (2023). Model ini menawarkan tahapan sistematis dalam pembuatan kebijakan mulai dari identifikasi isu, analisis kebijakan, pemilihan instrumen, partisipasi pemangku kepentingan, koordinasi, pengambilan keputusan, implementasi hingga evaluasi. Bayangkan bagaimana APC dapat membantu dalam merumuskan kebijakan pendidikan, misalnya. Dengan menggunakan APC, pengambil kebijakan dapat secara sistematis mengidentifikasi masalah, menganalisis kebutuhan, melibatkan para ahli pendidikan dan orang tua, koordinasi dengan instansi terkait untuk suksesnya kebijakan yang akan dikeluarkan dan akhirnya mengevaluasi efektivitas kebijakan yang telah diterapkan.
Contoh lain adalah strategic triangle yang dikembangkan oleh Moore (1995). Model ini membantu pembuat kebijakan mengevaluasi kebijakan berdasarkan tiga aspek kunci, yaitu : dampak positif bagi publik, penerimaan politik, dan kelayakan operasional. Contohnya, dalam merumuskan kebijakan kesehatan, penentu kebijakan perlu mempertimbangkan apakah kebijakan tersebut akan meningkatkan akses kesehatan masyarakat; apakah kebijakan tersebut didukung oleh parlemen, kementerian/lembaga lain dan publik; dan apakah kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan sumber daya yang tersedia.
Tak ketinggalan, multiple streams approach karya Kingdon (2010) juga menawarkan sudut pandang yang menarik. Model ini menekankan pentingnya “jendela kebijakan” (policy window)– momen di mana masalah, solusi, dan kemauan politik bertemu untuk memungkinkan perubahan yang signifikan. Bayangkan situasi di mana kesadaran akan perubahan iklim meningkat drastis (masalah); teknologi energi terbarukan semakin terjangkau (solusi); dan pemerintah, parlemen dan publik semakin mendukung transisi energi hijau (kemauan politik). Inilah saatnya jendela kebijakan terbuka, dan perubahan kebijakan besar-besaran dapat terjadi.
Jadi, bagaimana Anda bisa menjadi pembuat kebijakan yang handal dengan memanfaatkan model mental?
Pertama, perbanyak perbendaharaan model mental Anda. Bacalah buku-buku dan jurnal dari berbagai bidang─kebijakan publik, politik, ekonomi, sosial, teknologi, manajemen bahkan bisnis. Catatlah model-model mental yang Anda temui. Ingat, semakin banyak model mental yang Anda miliki, semakin tajam analisis Anda.
Mengapa penentu kebijakan perlu memiliki banyak model mental ?
Karena jika Anda sebagai pengambil kebijakan hanya memiliki dan menggunakan satu atau dua model mental, maka sifat psikologi manusia adalah Anda akan menyiksa realitas agar sesuai dengan model mental Anda, atau setidaknya Anda akan menerima masukan yang sesuai dengan model mental yang Anda ketahui.
Seperti pepatah lama, “Bagi orang yang hanya memiliki palu, setiap masalah tampak seperti paku.” Itu adalah cara berpikir yang sangat buruk dan cara yang sangat berbahaya untuk menjalankan praktik kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, pembuat kebijakan harus memiliki banyak model mental.
Selain itu, penentu kebijakan perlu memahami pendekatan analisis kebijakan, yaitu multiplisme kritis. Multiplisme kritis merupakan pendekatan yang mengandalkan beragam perspektif dan sintesis kreatif dari beragam riset dan praktik analisis kebijakan (Dunn, 2004). Hal ini berarti bahwa pengambil kebijakan perlu memahami berbagai model mental dan memadukannya untuk membantu dalam memahami bagaimana dunia bekerja dan bagaimana dunia seharusnya bekerja.
Kedua, praktikkan! Model mental itu seperti otot. Jika tidak digunakan, mereka akan mengecil. Jadi, setiap kali Anda dihadapkan pada tantangan kebijakan, cobalah terapkan kombinasi berbagai model mental yang berbeda. Misalnya, saat menghadapi masalah sampah kota, cobalah lihat dengan kacamata ekonomi sirkular, lalu dengan kacamata psikologi perilaku, kemudian dengan kacamata sistem kompleks. Anda akan terkesima dengan banyaknya insight yang bisa Anda peroleh!
Memiliki banyak model mental itu seperti mempunyai toolset yang lengkap. Dengan koleksi model mental yang kaya, Anda bisa menghadapi berbagai tantangan dalam kebijakan publik. Dengan model mental yang kuat, Anda akan mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang, menggali solusi yang kreatif, dan merumuskan kebijakan yang benar-benar berdampak.
Jadi, mulai hari ini, perbanyaklah model mental Anda! Bacalah buku dan artikel jurnal yang baru, ikuti seminar, dan diskusi dengan kolega dari berbagai bidang. Setiap model mental baru yang Anda pelajari adalah kacamata ajaib baru yang akan membantu Anda melihat dunia dengan cara yang berbeda.
Siapa tahu, suatu hari nanti Anda akan dikenal sebagai “The Mental Model Mastermind” di dunia kebijakan publik. Bayangkan betapa kerennya itu! Jadi, tunggu apa lagi? Mulailah petualangan model mental Anda hari ini dan jadilah pembuat kebijakan super yang sesungguhnya!
Kalau Anda merasa tulisan ini bermanfaat, jangan lupa tinggalkan komentar, ya! Dan jangan ragu untuk share ke teman-teman Anda agar mereka juga bisa belajar dari postingan ini. Terima kasih atas dukungan Anda untuk blog ini!
Tks infonya pak Erry.
Sama2 Pak Tri.
Terima kasih sangat menginspirasi terkait model mental ini, menambah motivasi untuk membaca buku ataupun berdiskusi dengan berbagai pihak dari model mental yg berbeda.
Sama2 Bu Gina. Semoga dapat bermanfaat.
keren…
Terima kasih Bu Endang.
Bagus untuk para pembuat kebijakan
Terima kasih Pak Sahat.
Bernas P. Erry..ini sekedar opini dari saya. Pemodelan aktivitas dunia ini sudah direkam oleh Al-Qur’an dan sunnah dan dikatakan sejarah selalu berulang hingga akhir jaman. Jadi sudah ada sumber model mental yang komprehensif.
Terima kasih Pak Helmy atas opini yang sangat menarik ini! Saya setuju bahwa sumber model mental yang komprehensif dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan sunnah. Keduanya menyediakan banyak hikmah dan pelajaran yang relevan dengan dinamika kehidupan serta pengambilan keputusan saat ini.
Mempelajari dan mengadaptasi nilai-nilai yang terkandung dalam Al Qur’an dan sunnah bisa memberikan perspektif yang lebih dalam bagi pembuat kebijakan. Selain itu, menjadikan Al Qur’an dan sunnah sebagai bagian dari model mental dapat membantu pengambil kebijakan mengatasi tantangan yang muncul dan memperkuat keputusan mereka dalam menghadapi berbagai situasi.
Mari kita terus menjelajahi berbagai sumber pengetahuan, termasuk spiritualitas, untuk memperkaya pemahaman kita dan memperkuat kualitas kebijakan yang dihasilkan.
Asupan bergizi, Pak Erry. Terima kasih banyak.
Sama2 Pak Haris.
Konsep wacana tentang kekuatan model mental bagi pembuat kebijakan disarankan untuk ditambahkan konsep pengembangan mental spiritual. sehingga implikasinya bagi pembuat kebijakan semakin lebih menjiwai dan selalu relevan dalam konteks kekinian dan bertambah kuat bagi pembuat kebijakan. Banyak Kementerian / Lembaga yang mengutamakan pencapaian nilai-nilai kognitif tetapi relatif mungkin masih kurang memperhatikan aspek mental spiritual yang lebih konprehensif. Akibatnya, butuh kemampuan dengan lingkungan sosialnya lebih adaptif, walapun pelaksanaan sosialisasi kebijakan terkait hal tersebut sudah terlaksana dengan baik.
Terima kasih Pak Ubaidillah atas tanggapan yang sangat berharga ini! Saya setuju bahwa menambahkan konsep pengembangan mental spiritual bisa memberikan dimensi yang lebih mendalam bagi pembuat kebijakan.
Aspek mental spiritual dapat membantu pembuat kebijakan untuk lebih terhubung dengan nilai-nilai dan misi mereka, yang pada gilirannya dapat memperkuat komitmen mereka terhadap kebijakan yang dibuat. Ketika pembuat kebijakan memiliki kesadaran yang lebih tinggi tentang dampak sosial dan etis dari keputusan mereka, mereka bisa lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Mari kita dorong diskusi ini lebih dalam lagi untuk menciptakan sinergi antara nilai-nilai kognitif dan spiritual dalam pembuatan kebijakan. Sungguh penting untuk menjadikan aspek ini sebagai bagian dari pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan demi kebaikan bersama!
Sangat menggelitik tulisan ini. Ada tantangan era digital AI telah menghadirkan disrupsi teknologi yang memengaruhi pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, bagaimana model mental dapat membantu pembuat kebijakan memahami dampak teknologi terhadap masyarakat, serta menganalisis data yang kompleks untuk menghasilkan kebijakan berbasis bukti yang relevan? Selain itu, model mental apa yang paling efektif untuk membantu mencapai target berbagai perumusan kebijakan? Apakah pendekatan multiplisme kritis dapat diintegrasikan ke dalam strategi kebijakan untuk memperhitungkan berbagai keterbatasan ini?.
Menanggapi pertanyaan dari Pak Lanjar, ada beberapa hal yang dapat saya sampaikan, yaitu sebagai berikut :
1. Peran model mental di era digital AI.
Model mental dapat membantu pembuat kebijakan memahami dampak teknologi dengan menyediakan kerangka berpikir yang sistematis. Misalnya, model “disruptive innovation” dapat membantu memahami bagaimana teknologi dapat mengubah industri dan masyarakat, misalnya menciptakan pasar baru. Model mental juga dapat membantu menganalisis data kompleks dengan menyederhanakan informasi menjadi pola-pola yang lebih mudah dipahami.
2. Model mental yang efektif untuk perumusan kebijakan
Berikut beberapa model mental yang efektif yang dapat digunakan untuk membantu dalam perumusan kebijakan antara lain:
• Systems thinking: Membantu melihat keterkaitan antar elemen dalam sistem yang kompleks.
• Scenario planning: Membantu mempersiapkan berbagai kemungkinan masa depan.
• Design thinking: Membantu menciptakan solusi inovatif berfokus pada pengguna.
3. Integrasi multiplisme kritis.
Pendekatan multiplisme kritis dapat diintegrasikan dengan:
• Menggunakan berbagai model mental dalam menganalisis satu masalah.
• Melibatkan beragam ahli dan pemangku kepentingan dalam proses kebijakan.
• Mengevaluasi kebijakan dari berbagai sudut pandang dan metodologi.
Dengan mengintegrasikan berbagai model mental dan pendekatan multiplisme kritis, pembuat kebijakan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih komprehensif dan adaptif terhadap kompleksitas era digital AI.
Pak Lanjar terima kasih atas pertanyaannya. Semoga dapat bermanfaat.