Bayangkan Anda seorang dokter yang hendak mengobati pasien. Apa yang Anda lakukan pertama kali? Tentu saja, mendiagnosis penyakitnya! Begitu pula dalam kebijakan publik. Sekeren apapun solusi yang Anda tawarkan, jika tak tepat sasaran karena tak memahami masalahnya, hasilnya akan sia-sia. Tulisan ini akan mengupas pentingnya definisi masalah yang tepat dalam merumuskan kebijakan publik yang efektif dan berdampak.
Bardach dan Patashnik (2016), dalam bukunya A Practical Guide for Policy Analysis: The Eightfold Path to More Effective Problem Solving, menekankan pentingnya definisi masalah sebagai langkah pertama dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini karena kebijakan publik dikeluarkan untuk memecahkan masalah publik.
Definisi masalah terkadang bisa diabaikan, tetapi merupakan bagian penting dari proses analisis kebijakan. Langkah ini tidak hanya membantu para analis kebijakan untuk memahami apa yang ingin dilakukan oleh pembuat kebijakan dengan sebuah kebijakan, tetapi juga membantu pembuat kebijakan memahami apa yang ingin dicapainya.
Bayangkan kita menghadapi masalah “kemacetan lalu lintas”. Apakah itu cukup jika kita hanya mendefenisikan bahwa masalahnya adalah kemacetan lalu lintas ? Tentu tidak! Kita perlu mendefinisikannya secara lebih spesifik. Misalnya, apakah kemacetan diukur berdasarkan panjang antrean kendaraan? Berapa durasi waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu? Bagaimana tingkat kepadatan kendaraan per kilometer? Dimana lokasi dan kapan waktu kemacetan terjadi? Apa penyebab kemacetan─apakah karena kecelakaan, perbaikan jalan, atau peningkatan jumlah kendaraan?
Dengan definisi masalah yang lebih spesifik, kita dapat memperoleh gambaran kemacetan lalu lintas tersebut secara lebih rinci, sehingga kita dapat merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran. Misalnya, jika penyebab utamanya adalah kurangnya infrastruktur jalan, maka solusi yang bisa diambil adalah melakukan pembangunan jalan tol baru atau pelebaran jalan eksisting. Namun, jika penyebabnya adalah buruknya manajemen lalu lintas, maka solusinya bisa berupa penerapan sistem lalu lintas pintar atau penambahan rambu-rambu lalu lintas.
Bardach dan Patashnik (2016) menekankan beberapa elemen kunci dalam proses pendefinisian masalah dan menawarkan panduan dalam melakukan analisis kebijakan. Pertama, berpikir dalam kerangka “kekurangan” dan “kelebihan,” dengan menggunakan kata “terlalu.” Dalam konteks kemacetan lalu lintas, kita bisa mengatakan “terlalu banyak kendaraan pribadi di jalan raya pada jam sibuk,” atau “terlalu sedikit akses terhadap transportasi umum yang efisien dan terjangkau.” Definisi seperti ini memperjelas apa yang ingin ditingkatkan oleh kebijakan dan meletakkan dasar untuk analisis yang lebih teliti.
Kedua, definisi masalah sebisa mungkin dapat menyertakan angka kuantitatifnya. Pernyataan kekurangan atau kelebihan harus disertai dengan besarannya. Seberapa besar “terlalu besar”? Seberapa kecil “terlalu kecil”? Definisi masalah dapat menjadi landasan analisis yang teliti jika masalah tersebut dapat dikuantifikasi. Semakin kita bisa mengkuantifikasi suatu masalah, semakin jelas dan konkret definisi masalah yang kita buat.
Ketika berbincang tentang kemacetan lalu lintas, maka data kuantitatif seperti : berapa kilometer panjang rata-rata antrian kendaraan selama jam puncak merupakan hal yang sangat penting. Mengaitkan angka dan data menjadi kunci dalam memahami masalah secara lebih dalam.
Ketiga, definisi masalah perlu ada unsur evaluatif─menjelaskan apa yang membuat masalah ini menjadi perhatian publik. Dalam kasus kemacetan lalu lintas, ini bisa berupa kerugian ekonomi akibat hilangnya produktivitas, dampak lingkungan berupa peningkatan emisi gas buang, atau dampak sosial berupa stres dan frustrasi bagi pengendara. Definisi yang evaluatif ini membantu dalam memprioritaskan masalah dan menentukan skala intervensi yang dibutuhkan.
Keempat, proses pendefinisian masalah perlu melihat akar masalahnya. Sebagai contoh, pembuat kebijakan mungkin mempertimbangkan pembatasan jumlah kendaraan pribadi karena kemacetan. Namun, akar masalahnya mungkin adalah kurangnya pilihan transportasi umum yang memadai. Oleh karena itu, solusinya dapat berupa investasi transportasi umum yang lebih efisien dan terjangkau, bukan hanya pembatasan kendaraan pribadi.
Kelima, penting untuk menghindari jebakan umum dalam definisi masalah. Jangan memasukkan solusi dalam definisi masalah; tetap fokus pada masalah sebenarnya. Sebagai contoh, jika kita hanya mengatakan “ada terlalu sedikit jalan tol,” maka kita mungkin mengimplikasikan bahwa solusi terbaik adalah membangun lebih banyak jalan tol tanpa mempertimbangkan alternatif lain seperti peningkatan transportasi umum, pengaturan lalu lintas yang lebih efisien, atau kampanye untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Keenam, proses pendefinisian masalah bersifat iteratif. Hadapi kemungkinan bahwa kita harus merevisi pandangan kita seiring dengan informasi baru yang didapat. Setiap langkah kecil dalam mendefinisikan dan menganalisis masalah menjadi bagian dari proses yang lebih besar menuju perbaikan sosial.
Dalam proses iteratif ini, maka komunikasi dengan penerima manfaat dari kebijakan yang akan dikeluarkan itu juga merupakan aspek yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini karena kebijakan publik ditujukan untuk memecahkan masalah dari penerima manfaat kebijakan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah komunikasi yang konsisten antara analis kebijakan dan pembuat kebijakan, sehingga pembuat kebijakan juga mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan yang dihadapi oleh penerima manfaat kebijakan.
Sebagai penutup, menentukan definisi masalah yang tepat adalah kunci keberhasilan dari sebuah analisis kebijakan publik. Dengan mengidentifikasi masalah secara akurat, terukur, dan komprehensif, maka kita dapat merumuskan solusi yang tepat sasaran dan berdampak positif bagi masyarakat. Jangan memasukan solusi dalam definisi masalah, tetapi mulailah dengan memahami apa masalahnya, berapa besar masalah tersebut, apa akar permasalahannya dan apa dampak dari permasalahan tersebut.
Teruslah belajar, teruslah berinovasi, dan jangan ragu untuk menantang asumsi yang ada. Mulailah dengan mengidentifikasi masalah di sekitar kita dan berkontribusi dengan ide-ide inovatif untuk menciptakan kebijakan publik yang lebih efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Bersama kita bisa membuat perbedaan!
Kalau Anda merasa tulisan ini bermanfaat, maka jangan lupa tinggalkan komentar, ya! Dan jangan ragu untuk share ke teman-teman Anda agar mereka juga bisa belajar dari postingan ini. Terima kasih atas dukungan Anda untuk blog ini!