Setiap hari para pengambil kebijakan dihadapkan pada berbagai isu krusial seperti ekonomi, pangan, kesehatan, energi, lingkungan, pendidikan, ketenagakerjaan, perindustrian, dan riset dan inovasi. Isu-isu ini sering kali menimbulkan masalah publik yang membutuhkan solusi melalui kebijakan yang tepat. Untuk merancang dan menghasilkan kebijakan publik yang efektif, para pengambil keputusan memerlukan dokumen saran kebijakan.
Dokumen saran kebijakan adalah dokumen tertulis yang disajikan secara terstruktur, persuasif, menarik, dan didukung oleh bukti yang kuat (LAN, 2015). Dokumen-dokumen ini, dalam berbagai bentuk, digunakan untuk mengkomunikasikan informasi penting yang bertujuan untuk memengaruhi perubahan kebijakan kepada para pengambil keputusan. Salah satu dokumen saran kebijakan yang sangat penting adalah policy brief.
Sebuah policy brief yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria utama, yaitu : fokus pada kebutuhan pengambilan keputusan; lebih dipentingkan pada solusi praktis dalam menyelesaikan masalah dari pada prosedur ilmiah yang diterapkan dalam pengumpulan data; berbasis bukti yang kuat dan argumen yang rasional; terbatas pada satu masalah spesifik dan ringkas (idealnya 2-4 halaman, maksimal 8 halaman); mudah dipahami baik dari segi kejelasan dan kesederhanaan bahasa maupun dari penjelasan dan alasan yang dikembangkan di dalamnya; dan tampilan dokumennya dirancang secara menarik untuk target audiens yang membacanya (Widodo, 2021).
Namun, untuk menulis policy brief yang efektif bukanlah proses yang tiba-tiba bisa langsung dilakukan. Analisis kebijakan merupakan langkah krusial yang harus dilakukan sebelum melakukan penulisan policy brief. Analisis kebijakan adalah proses menghasilkan dan menyajikan informasi yang memberikan landasan bagi pengambil kebijakan untuk merumuskan kebijakan untuk memecahkan masalah publik (Dunn, 2007).
Lebih lanjut, Cairney (2021) menjelaskan bahwa model klasik analisis kebijakan umumnya berorientasi pada klien. Banyak panduan ‘how to‘ analisis kebijakan fokus pada analisis sebelum peristiwa (ex ante), yang menitikberatkan pada identifikasi masalah dan prediksi efek dari solusi untuk menginformasikan pilihan solusi kebijakan pada klien. Beberapa buku teks analisis kebijakan, seperti Dunn (2017), juga menekankan pentingnya analisis setelah peristiwa (ex post) untuk memantau dan mengevaluasi pilihan solusi kebijakan tersebut setelah diimplementasikan.
Menariknya, Cairney (2021) menyebutkan bahwa meskipun ada beberapa perbedaan dalam penjelasan proses analisis kebijakan ini, seperti yang diuraikan oleh Bardach & Patashnik (2016), Meltzer and Schwartz (2019), Mintrom (2012), dan Weimer and Vining (2017), sebagian besar mengikuti lima langkah dasar.
Langkah pertama adalah penentuan masalah kebijakan, di mana kita mengidentifikasi dan memahami masalah yang ingin diatasi yang di dalamnya diuraikan dampak masalah kebijakan jika tidak dipecahkan dan penyebab masalahnya. Langkah kedua adalah identifikasi alternatif kebijakan, yang mencakup merumuskan berbagai opsi kebijakan yang dapat mengatasi penyebab masalah tersebut. Langkah ketiga adalah penentuan kriteria evaluasi untuk alternatif kebijakan. Langkah keempat adalah penilaian outcome dari alternatif kebijakan. Terakhir, langkah kelima adalah penentuan rekomendasi kebijakan, yaitu memilih dan merekomendasikan kebijakan yang paling tepat berdasarkan analisis yang telah dilakukan.
Mari kita ilustrasikan dengan contoh hipotetikal berikut ini. Misalkan, kita menghadapi masalah peningkatan kasus diabetes. Dalam penentuan masalah, kita menemukan bahwa peningkatan kasus diabetes menyebabkan beban kesehatan yang lebih besar, meningkatkan biaya perawatan, dan menurunkan kualitas hidup masyarakat dengan penyebab masalah pada pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik. Kemudian, dalam identifikasi alternatif kebijakan, kita menentukan tiga alternatif kebijakan, yaitu : program edukasi kesehatan tentang pola makan sehat dan aktivitas fisik, subsidi makanan sehat untuk meningkatkan kesehatan tubuh, dan peningkatan ruang publik untuk meningkatkan aktivitas fisik.
Selanjutnya, dalam penentuan kriteria evaluasi, kita mempertimbangkan efektivitas dalam mengurangi kasus diabetes, biaya implementasi, dan penerimaan masyarakat. Pada tahap penilaian outcome, kita memprediksi outcome setiap alternatif kebijakan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut.
Misalnya, program edukasi kesehatan tentang pola makan sehat dan aktivitas fisik dievaluasi berdasarkan efektivitasnya dalam mengurangi kasus diabetes melalui perubahan perilaku masyarakat, biayanya yang relatif lebih rendah dibandingkan intervensi lainnya, serta penerimaan masyarakat yang umumnya positif jika kampanye dilakukan dengan tepat.
Subsidi makanan sehat untuk meningkatkan kesehatan tubuh dinilai berdasarkan dampaknya pada penurunan kasus diabetes dan mempertimbangkan biaya implementasi yang signifikan serta potensi tantangan dalam penerimaannya.
Peningkatan ruang publik untuk meningkatkan aktivitas fisik dianalisis dari dampak pada penurunan kasus diabetes dalam jangka panjang, biaya pembangunan dan pemeliharaan ruang publik, dan penerimaan masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas yang tersedia.
Dengan menggunakan grid analysis yang mengaitkan penilaian outcome dari masing-masing alternatif kebijakan dengan kriteria evaluasi tersebut, maka kita dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif mengenai penilaian outcome dari masing-masing alternatif kebijakan.
Akhirnya, rekomendasi kebijakan yang dapat disarankan adalah prioritisasi alternatif kebijakan dengan urutan pertama, yaitu : program edukasi kesehatan tentang pola makan sehat dan aktivitas fisik yang diikuti oleh peningkatan ruang publik untuk meningkatkan aktivitas fisik, dan subsidi makanan sehat untuk meningkatkan kesehatan tubuh.
Langkah implementasi dari rekomendasi kebijakan tersebut melibatkan peluncuran program edukasi kesehatan yang mencakup penyiapan konten edukasi yang menarik, pelatihan bagi tenaga kesehatan, dan mengadakan workshop dan seminar di sekolah dan komunitas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan yang dimulai dalam 2 bulan ke depan; peningkatan ruang publik untuk meningkatkan aktivitas fisik yang mencakup pembangunan jalur pejalan kaki dan sepeda yang aman dan peningkatkan kualitas taman kota dan ruang terbuka hijau oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang dimulai tahun depan; dan penerapan subsidi makanan sehat yang mencakup pemberian kupon atau voucher makanan dan penyediaan makanan bergizi untuk kelompok target oleh Badan Gizi Nasional yang dimulai setelah peningkatan ruang publik untuk meningkatkan aktivitas fisik dilakukan.
Hasil analisis komprehensif ini, yang mencakup identifikasi masalah, perumusan alternatif kebijakan, penentuan kriteria untuk evaluasi alternatif kebijakan, penilaian outcome alternatif kebijakan yang cermat, dan rekomendasi kebijakan beserta langkah implementasinya selanjutnya dituangkan dalam policy brief yang jelas, ringkas, dan persuasif. Policy brief ini menjadi jembatan antara analisis kebijakan yang mendalam dan tindakan nyata.
Sebagai penutup, kita telah menjelajahi pentingnya analisis kebijakan dalam menghasilkan policy brief yang efektif. Dari identifikasi masalah hingga rekomendasi kebijakan, setiap langkah memainkan peran penting dalam memastikan policy brief Anda dapat mendorong perubahan nyata. Jika Anda ingin menulis policy brief yang berdampak, maka mulailah dari analisis kebijakan yang mendalam dan sistematis.
Jika Anda merasa tulisan ini bermanfaat, maka jangan ragu untuk memberikan komentar dan membagikannya kepada teman-teman Anda agar mereka juga bisa mendapatkan manfaat dari postingan ini. Terima kasih atas dukungan Anda terhadap blog ini!