Blog Analisis Kebijakan + Manajemen Inovasi + Pengembangan Diri + Presentasi
Search

Cara Berpikir Seorang Pengambil Kebijakan/Analis Kebijakan : Studi Kasus Pembangunan Pipa Minyak Trans Alaska

I. Pendahuluan

Kebijakan publik adalah sebuah keputusan yang diambil oleh pemerintah (pengambil kebijakan) menyangkut permasalahan publik tertentu, yang pelaksanaannya berdampak kepada publik (Putra dan Sanusi, 2022). Permasalahan publik tersebut yang menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial atau teknologi yang memengaruhi masyarakat sangat penting untuk dipelajari. Hal ini karena dengan mempelajari kebijakan publik akan membantu kita memahami dunia di mana tempat kita tinggal.

Dalam rangka merumuskan kebijakan publik yang efektif, analis kebijakan sebagai salah satu aktor kunci berperan untuk menyediakan informasi dan analisis berbasis bukti. Peran analis kebijakan sangat penting dalam memastikan bahwa kebijakan yang diadopsi mempertimbangkan berbagai faktor dan memiliki dampak yang diinginkan pada masyarakat (publik) yang lebih luas.

Analis kebijakan sebagai sebuah profesi memiliki bahasa dan cara berpikirnya masing-masing di mana bahasa dan cara berpikir analis kebijakan tersebut sama dengan pengambil kebijakan. Matematikawan berbicara mengenai aksioma, integral, dan ruang vektor. Psikolog berbicara mengenai ego, identitas diri dan disonasi kognitif. Pengacara berbicara mengenai tempat kejadian perkara, dakwaan dan kesepakatan (Mankiw, 2017).

Tidak ada bedanya dengan matematikawan, psikolog dan pengacara, maka pengambil kebijakan/analis kebijakan juga mempunyai bahasa dan cara berpikirnya sendiri. Pengambil kebijakan/analis kebijakan berbicara mengenai masalah kebijakan, dampak masalah kebijakan, penyebab masalah kebijakan, alternatif kebijakan, rekomendasi kebijakan, target kebijakan, kepentingan, biaya dan manfaat, intended consequences dan unintended consequences.

Tentu saja, sama seperti seorang matematikawan, psikolog, atau pengacara, cara berpikir seperti seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan tidak bisa diperoleh dalam waktu semalam. Berpikir seperti seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan membutuhkan waktu.

Tulisan ini mencoba untuk memberikan gambaran bagaimana seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan berpikir dalam memandang dunia di mana kita tinggal dengan mengambil studi kasus pembangunan pipa minyak Trans Alaska. Dengan memahami dan melatih cara berpikir tersebut, maka seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan dapat menjalankan tugasnya/profesinya dengan lebih terarah.

II. Cara Berpikir Seorang Pengambil Kebijakan/Analis kebijakan

Dalam memecahkan permasalahan kebijakan yang dihadapi, maka seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan pada tahap awal perlu memahami dunia sebagaimana adanya. Dalam hal ini, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan berperan sebagai ilmuwan kebijakan. Pada tahap selanjutnya, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu berupaya untuk mengubah dunia dengan merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan yang menjadikan dunia di mana mereka tinggal menjadi lebih baik. Dalam hal ini, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan berperan sebagai perumus kebijakan/penasehat kebijakan.

Sebagai ilmuwan kebijakan, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu memahami dunia sebagaimana adanya dengan memahami apa masalahnya, dampaknya jika masalah tersebut tidak segera diselesaikan, dan apa penyebab dari masalah tersebut. Untuk melakukan hal ini, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan menggunakan teori atau model dan data/fakta.

Dalam konteks analisis kebijakan, teori melibatkan hubungan antar variabel-variabel yang terkait. Sementara itu, model digambarkan dalam diagram atau persamaan matematis yang menggambarkan hubungan antar variabel.

Teori digunakan untuk memberikan kerangka konseptual yang sistematis dalam menganalisis permasalahan kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sementara itu, model digunakan untuk membantu dalam menganalisis dampak dari solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Model juga dapat merumuskan skenario alternatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Sangat penting bagi seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan sebagai ilmuwan kebijakan untuk mengkombinasikan teori/model dengan data empiris dan konteks yang relevan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dan akurat terkait dengan permasalahan yang dihadapi. Data empiris tersebut dapat berupa data sekunder (artikel, buku, laporan, peraturan-peraturan atau data statistik) ataupun data primer (survei, wawancara, focused group disussions (FGD) atau pengamatan).

Sementara itu, sebagai perumus kebijakan/penasehat kebijakan, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu merumuskan kebijakan/menyampaikan rekomendasi kebijakan mengenai bagaimana dunia seharusnya untuk mengatasi akar penyebab masalah. Dalam usulan mengenai bagaimana dunia seharusnya, maka pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu mengubah dunia menjadi lebih baik.

Dalam merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan tersebut, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu menggunakan pertimbangan nilai. Nilai yang perlu dipertimbangkan menyangkut nilai publik. Nilai publik adalah nilai yang organisasi berikan kepada masyarakat (Moore, 1997). Selain itu, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan dalam merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan juga perlu mempertimbangkan aspek politik (Purwanto dkk, 2015). Aspek politik ini menyangkut pertimbangan mengenai pemahaman kondisi lingkungan dalam pembuatan kebijakan dan kepentingan dari aktor-aktor kebijakan yang ada.

Dalam merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan dengan pertimbangan nilai dan politik, maka seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu menggunakan analisis biaya dan manfaat dan stakeholder’s analysis. Analisis biaya manfaat tersebut digunakan untuk menilai untung rugi dari rumusan kebijakan/rekomendasi kebijakan yang diusulkannya. Sementara itu, stakeholder’s analysis dilakukan untuk menilai siapa aktor-aktor kebijakan yang terlibat dan apa kepentingannya.

Sebagai perumus kebijakan/penasehat kebijakan, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan dalam merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan tidak dapat menjawab semata-mata hanya dengan menggunakan teori/model dan data/fakta. Pengambil kebijakan/analis kebijakan dituntut untuk merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan agar kehidupan target kebijakannya menjadi lebih baik. Perumusan kebijakan/pemberian rekomendasi kebijakan membutuhkan asumsi yang dinyatakan dengan jelas tentang apa yang merupakan “kepentingan nasional”. Hal ini menyangkut mengenai siapa dari aktor kebijakan yang lebih dipentingkan dari rumusan kebijakan/rekomendasi kebijakan yang diusulkan.

III. Studi Kasus Pembangunan Pipa Minyak Trans Alaska

Pemerintah Alaska menghadapi permasalahan penciptaan lapangan pekerjaan di daerahnya. Untungnya, pada Januari 1968, minyak ditemukan di Teluk Prudhoe di Alaska Utara. Cadangan minyak diperkirakan lebih besar dari 10 miliar barel, menjadikannya penemuan terbesar di Amerika Utara (Carrington, 1996).

Teluk Prudhoe di Alaska Utara terletak di daerah terpencil dan dingin. Minyak yang ada di daerah tersebut jauh dari tempat tinggal sebagian besar konsumen. Perusahaan minyak mengusulkan untuk membangun pipa 48 inci yang melintasi bentangan 789 mil dari Alaska utara ke pelabuhan Valdez selatan yang bebas dari es. Di Valdez, minyak dipindahkan ke kapal-kapal tanker. Kapal-kapal tanker tersebut kemudian mengirimkan minyak ke konsumen di Amerika Serikat dan di tempat lain.

Untuk rencana pembangunan pipa minyak tersebut, maka perusahaan minyak bergabung dan membentuk Proyek Pipa Alyeska. Proyek konstruksi dimulai pada musim semi tahun 1974, setelah Kongres Amerika Serikat memberikan persetujuan akibat embargo minyak tahun 1973. Pekerjaan konstruksi berlanjut selama tiga tahun dan saluran pipa selesai pada tahun 1977. Proyek Pipa Alyeska mempekerjakan sekitar 25.000 pekerja selama musim panas tahun 1974 hingga 1977, dan sub kontraktornya mempekerjakan 25.000 pekerja tambahan.

Banyak pekerja yang dipekerjakan oleh Proyek Pipa Alyeska dan sub kontraktornya adalah insinyur yang telah membangun saluran pipa di seluruh dunia. Sangat sedikit dari insinyur tersebut merupakan penduduk Alaska. Sisa tenaga kerja Proyek Pipa Alyeska terdiri dari tenaga kerja berketerampilan rendah seperti supir truk dan ekskavator. Banyak dari pekerja berketerampilan rendah ini adalah penduduk Alaska.

Sekalipun proyek pembangunan pipa minyak Trans Alaska tersebut sudah terjadi, kita dapat mengambil pelajarannya dalam menerapkan cara berpikir seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan untuk menganalisis kasus pembangunan pipa minyak tersebut. Kita sebagai pengambil kebijakan/analis kebijakan dapat berperan dalam memberikan pemahaman kepada pemerintah Alaska mengenai bagaimana dunia bekerja dan bagaimana dunia seharusnya bekerja di Alaska.

Pada tahap awal, kita sebagai seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu menjelaskan situasi yang terjadi pada rencana pembangunan pipa minyak Trans Alaska terhadap permasalahan penciptaan kesempatan kerja. Disini kita berperan sebagai ilmuwan kebijakan untuk memberikan pemahaman bagaimana dunia di Alaska bekerja.

Pada tahap selanjutnya, kita sebagai seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan mengenai bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah Alaska untuk mengatasi permasalahan penciptaan kesempatan kerja. Dalam hal ini, kita berperan sebagai perumus kebijakan/penasehat kebijakan untuk memberikan penjelasan bagaimana mengubah dunia di Alaska menjadi lebih baik.

IV. Penerapan Cara Berpikir Seorang Pengambil Kebijakan/Analis kebijakan : Studi Kasus Pembangunan Pipa Minyak Trans Alaska

Pada tahap awal dalam membantu pemerintah Alaska, kita sebagai ilmuwan kebijakan perlu menggunakan teori/model untuk memahami bagaimana dampak rencana pembangunan pipa minyak Trans Alaska terhadap permasalahan penciptaan lapangan kerja. Model yang digunakan adalah kurva penawaran dan permintaan tenaga kerja (Borjas, 2016).

Kurva penawaran tenaga kerja menunjukkan bahwa semakin tinggi upah yang ditawarkan, maka semakin banyak tenaga kerja yang dipasok. Kurva penawaran ini dilihat dari sudut pandang pekerja. Sementara itu, kurva permintaan tenaga kerja menjelaskan bahwa semakin tinggi upah yang diberikan, maka semakin sedikit tenaga kerja yang dipekerjakan. Kurva permintaan ini dipandang dari sisi perusahaan (pemberi kerja). Model tersebut dapat membantu kita memahami bagaimana pergeseran tenaga kerja yang seharusnya terjadi di Alaska sebagai akibat rencana pembangunan pipa minyak Trans Alaska.

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, pasar tenaga kerja Alaska pada awalnya berada pada ekuilibrium yang diwakili oleh perpotongan kurva permintaan D0 dan kurva penawaran S0. Kurva permintaan tenaga kerja memberi tahu kita berapa banyak pekerja yang akan dipekerjakan di pasar tenaga kerja Alaska dengan upah tertentu, dan kurva penawaran tenaga kerja memberi tahu kita berapa banyak pekerja yang bersedia memasok layanan mereka ke pasar tenaga kerja Alaska pada upah tertentu. Sebanyak E0 orang Alaska dipekerjakan dengan upah sebesar w0 pada ekuilibrium awal.

Rencana pembangunan pipa minyak Trans Alaska jelas menyebabkan peningkatan yang cukup besar dalam permintaan tenaga kerja. Akibatnya, kurva permintaan tenaga kerja bergerak keluar dari D0 ke D1 seperti yang dijelaskan pada Gambar 1. Pergeseran ke luar dalam kurva permintaan menunjukkan bahwa pengusaha Alaska akan mencari lebih banyak pekerja.

Kerangka model teoretis ini menggambarkan bahwa pergeseran permintaan menggerakkan pasar tenaga kerja Alaska ke ekuilibrium baru yang diwakili oleh perpotongan kurva permintaan tenaga kerja baru dan kurva penawaran tenaga kerja asli. Pada keseimbangan baru ini, total orang E1 dipekerjakan dengan upah sebesar w1. Oleh karena itu, model teoritis tersebut memprediksi bahwa proyek konstruksi pipa minyak Trans Alaska akan meningkatkan lapangan kerja dan upah.

Namun, segera setelah proyek selesai, dan kebutuhan sementara akan pekerja konstruksi menghilang, kurva permintaan akan bergeser kembali ke posisi awalnya di D0. Pada akhirnya, upah akan turun kembali menjadi w0 dan pekerja E0 akan dipekerjakan. Pendeknya, proyek pembangunan jalur pipa seharusnya menghasilkan kenaikan sementara baik dalam upah maupun tenaga kerja selama masa konstruksi.

Untuk membutikan model yang kita gunakan bekerja, maka kita perlu membuktikan dengan data/fakta yang telah terjadi. Gambar 2 mengilustrasikan apa yang sebenarnya terjadi pada lapangan kerja dan pendapatan di Alaska antara tahun 1968 dan 1983. Karena populasi Alaska tumbuh dengan stabil selama beberapa dekade, maka lapangan kerja di Alaska juga meningkat dengan stabil bahkan sebelum penemuan minyak di Teluk Prudhoe, Alaska.

Data jelas menunjukkan bahwa lapangan kerja “melonjak” pada tahun 1975, 1976, dan 1977 dan kemudian kembali ke tren pertumbuhan jangka panjang pada tahun 1977. Pendapatan pekerja Alaska juga meningkat secara substansial selama periode yang relevan. Setelah disesuaikan dengan inflasi, penghasilan bulanan pekerja Alaska meningkat dari rata-rata $2.648 pada kuartal ketiga tahun 1973 menjadi $4.140 pada kuartal ketiga tahun 1976, meningkat sebesar 56 persen. Pada tahun 1979, pendapatan riil para pekerja Alaska kembali ke tingkat yang diamati sebelum dimulainya proyek pembangunan jalur pipa minyak.

Seperti yang kita lihat pada Gambar 1 di atas, model penawaran dan permintaan tenaga kerja memprediksikan bahwa pembangunan jalur pipa minyak akan meningkatkan upah dan kesempatan kerja sementara di pasar tenaga kerja Alaska. Selain itu, prediksi ini dapat diuji—yaitu, prediksi tentang upah dan lapangan kerja dibandingkan dengan apa yang sebenarnya terjadi pada upah dan lapangan kerja seperti yang dijelaskan pada Gambar 2. Ternyata model penawaran dan permintaan tenaga kerja lulus uji. Model tersebut konsisten dengan data yang telah terjadi.

Penjelasan di atas telah membawa kita kepada cara berpikir seperti seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan dengan peran sebagai ilmuwan kebijakan. Kita menggunakan teori/model untuk memahami dunia sebagaimana adanya. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dan akurat terkait dengan permasalahan yang dihadapi, maka kita sebagai seorang ilmuwan kebijakan perlu mengkombinasikan teori/model dengan data empiris dan konteks yang relevan.

Pada tahap selanjutnya, kita sebagai seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan dengan peran sebagai perumus kebijakan/penasehat kebijakan menghadapi pertanyaan penting dari fakta-fakta yang kita peroleh sebagai ilmuwan kebijakan. Pertanyaannya adalah haruskah pipa minyak Trans Alaska dibangun ?

Jawaban pertanyaan tersebut membutuhkan pertimbangan nilai dan politik. Seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu menggunakan analisis biaya dan manfaat dan stakeholder’s analysis. Analisis biaya manfaat tersebut digunakan untuk menilai untung rugi dari rumusan kebijakan/rekomendasi kebijakan yang dibuat/diusulkannya. Sementara itu, stakeholder’s analysis dilakukan untuk menilai siapa aktor-aktor kebijakan yang terlibat dan apa kepentingannya.

Secara politik, ada tiga aktor yang terlibat dalam rencana pembangunan pipa minyak Trans Alaska, yaitu pemerintah, pengusaha dan pekerja dengan motifnya masing-masing. Pemerintah mempunyai kepentingan untuk menciptakan lapangan kerja dengan menyetujui proyek pembangunan pipa minyak tersebut. Perusahaan mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan keuntungan dengan adanya pembangunan jalur pipa minyak Trans Alaska. Dan, pekerja mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka dengan adanya pembangunan pipa minyak tersebut.

Sementara itu, terkait dengan pertimbangan nilai, dengan adanya rencana pembangunan pipa minyak Trans Alaska tersebut, maka misalkan, imigrasi 30 ribu pekerja akan meningkatkan kesejahteraan para imigran (relatif terhadap kesejahteraan mereka di negara asal) sebesar $ 10 milar; mengurangi pendapatan pekerja pribumi sebesar  $ 5 miliar per tahun; meningkatkan pendapatan para pengusaha sebesar $40 miliar, dan meningkatkan pendapatan pemerintah Alaska sebesar $ 30 miliar.

Dengan fakta tersebut untuk merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan mengenai haruskah pembangunan pipa minyak Trans Alaska dilakukan, maka kita perlu memutuskan kesejahteraan ekonomi siapa yang paling diperhatikan oleh pemerintah Alaska:  imigran, yang dibuat lebih baik oleh imigrasi; pekerja pribumi, yang dibuat kurang baik; atau para pengusaha yang memiliki perusahaan, yang dibuat lebih baik.

Dengan pendapatan pemerintah Alaska meningkat sebesar $30 miliar dan pendapatannya bisa diredistribusikan ke penduduk Alaska, maka kita dapat merumuskan kebijakan/memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah Alaska untuk menjalankan pembangunan pipa minyak Trans Alaska. Selain itu, kita dapat juga menyarankan kepada pemerintah Alaska agar pekerja pribumi Alaska ditingkatkan pengetahuan dan ketrampilannya melalui pendidikan dan pelatihan.

V. Penutup

Tugas/profesi pengambil kebijakan/analis kebijakan merupakan tugas dan profesi yang sangat penting dalam konteks memahami bagaimana dunia yang kita tinggali ini bekerja dan bagaimana dunia yang kita tinggali ini seharusnya bekerja. Untuk memahami bagaimana dunia tersebut, maka seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan memerlukan cara berpikir.

Pada tahap awal, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan dalam memahami dunia sebagaimana adanya perlu memahami apa masalahnya, dampaknya jika masalah itu tidak segera diatasi, dan apa penyebab dari masalah tersebut. Untuk melakukan hal ini, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu menggunakan teori/model dan data/fakta.

Pada tahap selanjutnya, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu merumuskan kebijakan/menyampaikan rekomendasi kebijakan mengenai bagaimana mengubah dunia menjadi lebih baik dengan mengatasi akar/penyebab masalah kebijakan. Dalam hal ini, pengambil kebijakan/analis kebijakan menggunakan pertimbangan nilai dan politik dari rumusan kebijakan/ rekomendasi kebijakan yang dibuat/diusulkannya. Untuk melakukan pertimbangan nilai, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu menggunakan analisis biaya dan manfaat. Sementara itu, untuk melakukan pertimbangan politik, seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan perlu menggunakan stakeholder’s analysis.

Cara berpikir tersebut perlu dikembangkan dan dilatih oleh seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan. Hal itu sangat berguna untuk dilakukan agar seorang pengambil kebijakan/analis kebijakan dalam menjalankan tugas/profesinya mempunyai panduan dan lebih terarah.

Jika Anda merasa tulisan ini bermanfaat, maka jangan ragu untuk memberikan komentar dan membagikannya kepada teman-teman Anda agar mereka juga bisa mendapatkan manfaat dari postingan ini. Terima kasih atas dukungan Anda terhadap blog ini.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top