Judul Slide Sangat Penting Untuk Menyusun Presentasi Dengan Menggunakan Pendekatan Storytelling

Dalam menyusun presentasi dengan pendekatan storytelling, maka cerita yang Anda buat mesti mengalir dari awal sampai akhir. Cerita yang mengalir tersebut dapat Anda tuangkan dalam judul presentasi yang ada di slide presentasi Anda.

Kadang-kadang ketika Anda menuliskan judul slide presentasi bentuknya hanya dalam satu kata, misalnya “Pendapatan”. Judul seperti ini disebut heading (Kurnoff dan Lazarus, 2021). Judul slide seperti ini tidak mengatakan apa-apa bagi audiens Anda.  

Karena itu, Anda mesti mengubahnya menjadi seperti ini, “Pendapatan Meroket Lebih Dari 3 Tahun Setelah Peluncuran Cloud”. Judul slide seperti ini disebut headline (Kurnoff dan Lazarus, 2021). Judul slide seperti ini membuat audiens Anda ingin mengetahui lebih banyak. Oleh karena itu, dalam membuat judul slide presentasi, maka Anda perlu membuatnya dalam bentuk headline.  

Anda mesti kreatif dalam membuat judul slide presentasi. Judul slide presentasi yang baik adalah ringkas, spesifik dan berbentuk percakapan.  

Untuk membuat judul slide presentasi yang ringkas, maka Anda perlu menghilangkan kata-kata yang tidak perlu. Edit, edit, edit sampai Anda mendapatkan judul slide presentasi yang ringkas. 

Untuk membuat slide judul presentasi yang spesifik, maka Anda perlu memasukan point dari data utama, elemen waktu, atau satuan ukuran yang berarti bagi audiens Anda.  

Sementara itu, untuk membuat judul slide presentasi yang berbentuk percakapan, maka Anda perlu membuatnya tampak terdengar lebih alami jika Anda mengucapkannya dan hindari menggunakan jargon (kosa kata khusus yang hanya dipahami oleh orang dengan keahlian tertentu). Dengan demikian, gunakanlah kata yang mudah dipahami oleh orang umum. 

Membuat judul slide presentasi dengan karakteristik yang ringkas, spesifik, dan berbentuk percakapan merupakan hal yang sangat penting untuk Anda lakukan. 

Judul slide presentasi seperti peta jalan (roadmap) dari perjalanan cerita presentasi Anda. 

Yang luar biasa adalah ketika Anda dapat merangkai judul slide presentasi Anda menjadi satu, maka Anda memiliki garis besar narasi yang lengkap.  

Bagaimana Anda tahu bahwa Anda telah melakukannya dengan benar ? Anda cukup meninjau setiap judul saja, tanpa konten atau visual tambahan. Apakah judul presentasi tersebut membuat cerita Anda bergerak maju ? Jika ya, maka Anda telah menyelesaikan garis besar cerita Anda. Artinya, Anda sudah mendapatkan peta jalan dari cerita Anda.  

Selain itu, setelah Anda mengembangkan garis besar cerita presentasi Anda, maka slide judul presentasi Anda menjadi panduan penting bagi semua orang yang mendengarkan presentasi Anda. Judul slide presentasi merupakan kerangka bagi cerita presentasi Anda. 

Dengan framework yang sederhana untuk menyusun storytelling bagi presentasi Anda, maka Anda bisa menyusun cerita Anda melalui judul presentasi yang Anda buat. 

Misalnya, Anda ingin presentasi tentang “Menghubungkan Dengan Pembeli Asuransi di Masa Mendatang”. 

Untuk komponen Why yang terdiri dari setting, character, dan conflict, judul presentasinya dapat Anda buat seperti ini. Bagian setting, judul presentasinya bisa : “Industri asuransi di masa depan menunjukkan pertumbuhan eksponensial yang sangat signifikan sebesar 30 %”. Untuk bagian character, judul presentasinya bisa : “Milenial membeli asurasi dari berbagai saluran”. Sementara, untuk bagian conflict, judul presentasinya bisa “Tetapi, program penjualan asuransi kita tidak terlihat di mata milenial”. 

Untuk komponen What yang merupakan ide besar (big idea), judul presentasinya bisa “Untuk menjangkau pembeli asuransi di masa depan, maka kita perlu membangun keterkaitan dengan milenial”. 

Sementara itu, untuk komponen How yang merupakan resolusi, judul presentasi bisa “Ini adalah tiga cara bagaimana kita membangun keterkaitan dengan milenial”. 

Setelah Anda membuat judul slide presentasinya dari awal sampai akhir yang menggambarkan keseluruhan dari cerita presentasi Anda, maka Anda perlu memasukkan data dan visual yang mendukung judul slide presentasi tersebut. 

Demikianlah, judul slide sangat penting untuk pendekatan presentasi menggunakan storytelling

Judul slide presentasi berfungsi untuk menggambarkan seluruh cerita dari presentasi Anda. Dalam membuat cerita dari presentasi Anda, maka buatlah judul slide dulu baru visualnya. 

Buatlah judul slide presentasi yang ringkas, spesifik, dan berbentuk percakapan. Judul slide presentasi harus menggerakkan setiap presentasi yang Anda lakukan. 

Jika postingan ini bermanfaat bagi Anda, maka jangan lupa berikan komentar pada postingan ini demi kelangsungan pengembangan blog ini. Selain itu, bagikan postingan ini ke kolega Anda agar kolega Anda dapat juga belajar dari postingan ini. Terima kasih atas bantuan yang telah Anda lakukan untuk menyebarkan postingan ini.

Ini Satu Framework Sederhana Untuk Menyusun Storytelling Bagi Presentasi Anda

Ketika Anda melakukan presentasi dengan pendekatan storytelling, maka Anda dapat membawa audiens Anda ke dalam suatu perjalanan emosional. Ketika disajikan secara otentik dengan logika dan visual yang kuat untuk memperkuat pesan Anda, maka cerita yang dibuat dengan baik dapat mendorong audiens Anda untuk bertindak.

Fakta dan data yang disajikan tanpa cerita seringkali sulit untuk diikuti karena tidak memiliki konteks. Mungkin Anda pernah mengalami mengikuti presentasi yang berisi bullet points dan charts yang membuat audiens Anda bosan, bingung, dan tidak mengingat apa pun dari presentasi yang Anda sampaikan.

Memasukan cerita ke dalam penjualan produk, promosi atau pemberian rekomendasi kepada audiens Anda sesungguhnya sangat sederhana. Intinya adalah penggunaan struktur cerita yang dapat memperkuat komunikasi Anda.

Ketika pendekatan storytelling Anda gunakan untuk membantu audiens Anda untuk mengambil keputusan, maka pendekatan tersebut sangat berguna bagi presentasi Anda. Keputusan yang kita buat didasarkan pada logika (yang menarik bagi otak kiri) dan emosi (yang menarik bagi otak kanan).

Namun, ilmu saraf (neuroscience) telah membuktikan bahwa emosi lebih penting dari pada logika dalam hal mendorong keputusan—bahkan di ruang rapat. Cara terbaik untuk membangun kombinasi pendorong keputusan yang kuat ini adalah dengan merangkai fakta, data, dan ide Anda ke dalam sebuah kerangka cerita.

Presentasi dengan pendekatan storytelling sangat berguna bagi siapa saja yang mempresentasikan updates, laporan, atau menginginkan ide mereka memengaruhi keputusan.

Kurnoff dan Lazarus (2021) mengatakan bahwa ada sebuah framework yang sederhana yang dapat Anda gunakan untuk melakukan presentasi dengan pendekatan storytelling.

Framework nya menggunakan tiga komponen, yaitu why, what dan how.

Mari kita bahas satu per satu tiga komponen tersebut

Komponen # 1 : Why

Komponen Why terdiri dari setting, characters dan conflict. Secara spesifik, komponen ini digunakan untuk menyajikan ide, data dan insights untuk menginformasikan mengapa audiens Anda perlu peduli dengan solusi yang Anda tawarkan. Komponen Why ini dapat dipresentasikan apakah secara verbal atau visual dalam waktu 30 detik, 60 detik atau lebih bergantung pada berapa banyak waktu yang Anda miliki.

Setting adalah gambaran mengenai keaadan, waktu, atau tempat. Setting ini memberikan konteks untuk pesan dari cerita Anda. Character adalah siapa yang dipengaruhi oleh situasi yang telah Anda sampaikan pada setting. Character ini bisa pelanggan, karyawan, atau tim Anda. Conflict adalah masalah atau ketegangan yang membuat audiens Anda peduli dengan cerita Anda.

Komponen # 2 : What

Setiap cerita yang baik perlu sebuah ide besar. Ide besar adalah satu hal yang Anda ingin audiens Anda ingat, karena mereka tidak akan ingat semua hal. Ini adalah What dari cerita Anda.

Sekalipun Anda kekurangan waktu dalam banyak situasi presentasi, namun Anda benar-benar perlu sebuah ide besar.

Dan ini alasannya. Ketika Anda secara sukses memperkenalkan ketidaknyamanan—ketika Anda telah membuat audiens Anda peduli—Andalah yang menyebabkan ketidaknyaman itu. Audiens Anda akan berpikir : “Wow, saya melihatnya. Itu merupakan sebuah masalah.” Hal itu terjadi ketika Anda telah melakukan hal itu dengan tepat.

Kemudian, audiens Anda mengharapkan mereka bisa keluar dari ketidaknyaman tersebut. Mereka memerlukan satu jembatan mental lebih lanjut untuk membantu mereka melewati konflik dan membantu mereka menerima resolusi Anda.

Ide besar akan memuaskan keinginan tersebut. Dan hal itu akan terasa enak bagi audiens Anda. Karena itu, mereka akan mengingatnya.

Komponen # 3 : How

Ibaratnya ketika Anda membawa teman Anda untuk menumpang mobil Anda dalam sebuah perjalanan dan  perjalanan Anda akan berakhir. Artinya, Anda hampir tiba disana, maka Anda harus bergerak dengan cepat menuju resolusi Anda. Ini adalah How dari cerita Anda. Resolusi adalah rekomendasi, solusi, produk atau layanan Anda yang akan memecahkan masalah—konflik—yang Anda membuat audiens Anda peduli.

Secara ringkas, maka dapat dikatakan bahwa Why adalah gambaran kepada audiens Anda untuk membuat mereka peduli dengan cerita Anda dengan menyajikan setting, character dan conflict. Sementara itu, What adalah strategi untuk mengatasi masalah atau ketegangan. Sedangkan, How adalah taktik yang merupakan tindakan yang lebih spesifik dari strategi yang Anda jelaskan.

Dalam gambaran yang ringkas aplikasi dari framework—Why, What, dan How jika diterapkan dalam cerita mengenai asuransi, maka narasinya bisa berbentuk seperti ini.

Narasi Why nya adalah “masa depan terlihat suram untuk menjangkau generasi pembeli asuransi berikutnya”. Masa depan adalah setting. Character adalah pembeli asuransi berikutnya. Dan conflict adalah masa depan yang terlihat suram.

Sementara itu, narasi What nya yang merupakan ide besar adalah “untuk menjangkau pembeli asuransi berikutnya, kita perlu membangun relevansi selama pembelian mereka”. Sedangkan, narasi How nya adalah “kita membangun relevansi dengan pembeli asuransi berikutnya melalui tiga hal, yaitu simplikasi proses pembelian, personalisasi pengalaman konsumen, dan diferensiasi tawaran produk”.

Demikianlah, sebuah framework yang sederhana yang dapat Anda gunakan untuk melakukan presentasi dengan pendekatan storytelling.

Pendekatan storytelling merupakan sebuah pendekatan yang membawa audiens Anda dalam sebuh perjalanan. Yang pertama yang perlu Anda lakukan adalah membangun agar audiens Anda peduli dengan cerita Anda dengan menampilkan setting, character dan conflict.

Setelah itu, Anda sampaikan ide besar Anda yang merupakan satu hal yang Anda ingin audiens Anda mengingat cerita Anda. Ide besar ini dapat menjadi jembatan mental bagi audiens Anda sebelum Anda menjelaskan resolusi Anda.

Terakhir, Anda sampaikan resolusi dari cerita Anda. Resolusi ini adalah solusi yang Anda tawarkan untuk mengatasi masalah dari cerita Anda.

Jika postingan ini bermanfaat bagi Anda, maka jangan lupa berikan komentar pada postingan ini demi kelangsungan pengembangan blog ini. Selain itu, bagikan postingan ini ke kolega Anda agar kolega Anda dapat juga belajar dari postingan ini. Terima kasih atas bantuan yang telah Anda lakukan untuk menyebarkan postingan ini.

Mengapa Storytelling Dengan Data dan Visual Sangat Penting Bagi Presentasi Anda ?

Setiap orang suka cerita, karena kita manusia. Tetapi, banyak dari kita kesulitan untuk memasukkan storytelling ke dalam presentasi kita.

Malahan, kita hanya memanfaatkan konten yang ada untuk menyusun materi presentasi kita. Kita mengambil slide presentasi kita yang terakhir sebagai titik awal untuk menyiapkan materi. Kita masukkan bullet points dengan kalimat yang panjang. Kita masukkan setiap chart yang kita temukan.

Dan hasilnya sangat mengerikan. Kita membuat audiens kita bingung. Tidak ada pesan yang jelas atau dorongan bagi audiens untuk melakukan tindakan. Dan, akhirnya kita kehilangan kesempatan untuk mempengaruhi keputusan dan menggerakkan bisnis kita untuk maju atau program kita diterima oleh audiens kita.

Pendekatan storytelling yang ditunjang oleh data dan visual dapat Anda gunakan dalam menyusun presentasi Anda untuk memudahkan audiens Anda mengingat pesan yang Anda sampaikan dan membantu mereka untuk mengambil keputusan.

Kurnoff dan Lazarus (2021) mengatakan bahwa storytelling digunakan secara luas sebagai sebuah cara untuk menjual ide.

Banyak neuroscientist (ahli saraf) mengungkapkan bahwa untuk mengambil keputusan kita tidak hanya menggunakan otak kiri atau kanan saja, tetapi kita menggunakan dua-duanya.

Storytelling memicu otak kiri dan kanan. Otak kiri kita seperti filling cabinet (rak penyimpan informasi). Ia mencari pola dan menyesuaikan informasi baru yang masuk dengan informasi yang ada atau diketahui. Sehingga, ketika banyak fakta dan data dimasukkan ke dalamnya, maka otak kiri kita mencoba untuk memproses semuanya, tetapi akhirnya otak kiri kita kelebihan beban. Pada titik itu, tidak ada informasi yang dapat diingat.

Coba Anda ingat kembali pada presentasi yang Anda hadiri baik secara daring maupun luring dimana presenter membanjiri Anda dengan berbagai jenis chart, table dan bullet points dengan kalimat yang panjang. Berapa banyak pesan yang dapat Anda ingat ?

Sebaliknya, jika presenter menyampaikan presentasinya dalam bentuk cerita, maka besar kemungkinan Anda akan mengingatnya.

Anda jauh lebih mudah untuk mengingat cerita karena cerita akan mengaktifkan otak kanan Anda. Otak kanan Anda mengijinkan Anda untuk memasukkan informasi baru, kemudian merasakan dan membayangkan sesuatu.

Otak kanan Anda akan mengaktifkan proses kreatif Anda dimana Anda mulai membayangkan sesuatu melebihi apa yang sudah ada di rak penyimpanan informasi mental Anda.

Dan, ketika Anda menyampaikan cerita yang ditunjang oleh data dan visual, maka hal tersebut akan mengaktifkan sisi logis (otak kiri Anda) dan sisi kreatif (otak kanan Anda).

Kurnoff dan Lazarus (2021) menyebutkan bahwa Jennifer Aaker, professor Stanford Business School melakukan sebuah test pada mahasiswanya. Satu per satu mahasiswanya diminta untuk memberikan presentasi untuk menyampaikan sebuah gagasan. Satu dari sepuluh mahasiswanya menggunakan cerita dalam menyampaikan gagasannya. Dan mahasiswa lainnya menyampaikan gagasan murni dengan fakta dan angka. Setelah itu, mahasiswanya diminta untuk menuliskan apa yang mereka ingat. Hasilnya mengejutkan. Hanya 5 % mahasiswa dapat mengingat angka, tetapi 63 % mahasiswa bisa mengingat cerita. Artinya, lebih dari sepuluh kali mahasiswa dapat mengingat cerita dibandingkan angka.

Selain itu, McGilchrist (2019) menjelaskan bahwa kita terlalu mengkodifikasi dunia kita. Dorongan untuk mensistematiskan segala sesuatu mengaktifkan otak yang kiri yang memproses informasi secara logis. Tetapi, McGilchrist berpendapat obsesi tersebut menghalangi lompatan transformasional yang didorong oleh imajinasi kita.

Itulah yang menyebabkan salah satu masalah utama di tempat kerja kita.

Kita terlalu mempercayakan pada data, angka dan statistik untuk berkomunikasi. Alih-alih membantu ide-ide cemerlang dikenali, data malah menghalanginya. Kita mengarahkannya kepada pembuat keputusan dan mengatakan “buatlah keputusan”.

Jika Anda belum yakin dengan sains yang menunjukkan bagaimana menyuntikkan emosi untuk menjual ide Anda dan bagaimana data yang berlebihan menghambat penerimaan Anda, mari kita lihat temuan Medina (2014).

Temuannya menunjukkan cara lain untuk membawa emosi dan perhatian kepada narasi, yaitu visual. Medina (2014) menyebutkan bahwa visual sangat penting untuk memacu emosi kita. Jika visual dipadupadankan dengan baik dengan cerita, maka mereka akan membuat pesan Anda tertanam di memori audiens Anda.

Medina (2014) juga menjelaskan bahwa jika Anda mendengar sepenggal informasi, maka tiga hari kemudian Anda akan mengingat 10 % dari informasi tersebut. Jika informasi tersebut Anda tambah gambar untuk menguatkannya, maka Anda akan mengingat 65 % nya.

Hal itu enam kali lebih diingat jika Anda menyampaikan ide Anda secara visual. Anda bayangkan berapa banyak visual akan membantu ketika Anda menemui pengambil keputusan pada rapat kesembilannya pada hari itu.

Demikianlah, storytelling dengan data dan visual sangat penting bagi presentasi Anda, karena mereka memudahkan audiens Anda untuk mengingat pesan presentasi Anda dan membantu mereka untuk mengambil keputusan.

Tetapi, perlu kita ingat tentang visual. Salah satu hal yang kita perlu berjuang dalam aktifitas kampus ataupun kantor adalah penggunaan visual yang berlebihan ketika mempresentasikan data. Kita sering memasukkan banyak chart dan table untuk menambah bobot pesan yang kita jual kepada audiens kita.

Jika postingan ini bermanfaat bagi Anda, maka jangan lupa berikan komentar pada postingan ini demi kelangsungan pengembangan blog ini. Selain itu, bagikan postingan ini ke kolega Anda agar kolega Anda dapat juga belajar dari postingan ini. Terima kasih atas bantuan yang telah Anda lakukan untuk menyebarkan postingan ini.

 

 

 

Empat Cara Mengubah Audiens Anda Ketika Anda Melakukan Presentasi atau Komunikasi

Roam (2014) dalam bukunya Show and Tell : How Everybody Can Make Extraordinary Presentations menjelaskan bahwa sebagai presenter, tujuan kita sederhana, yaitu membantu audiens kita melihat apa yang kita lihat. Untuk melakukan hal tsb, kita pada akhirnya perlu mengubah audiens kita.

Dengan kata lain, ketika kita melakukan presentasi atau komunikasi, maka kita menginginkan audiens kita melakukan seperti yang kita lakukan.

Sebenarnya, apa yang membuat audiens kita berubah ?

Jawabannya adalah kebenaran (the truth). Tidak ada cara yang lebih cepat untuk membangun kepercayaan dengan audiens kita dari pada mengatakan yg sebenarnya.

Ketika kepala audiens kita mengatakan bahwa saya pikir ini benar, maka itu adalah kebenaran intelektual (intelectual truth).

Ketika hati audiens kita mengatakan bahwa saya percaya ini adalah benar, maka itu adalah kebenaran emosional (emotional truth).

Ketika audiens kita mengatakan bahwa fakta tersebut mengatakan kepada saya ini adalah benar, maka itu adalah kebenaran faktual (factual truth).

Tiga kebenaran tersebut hidup dalam kehidupan kita. Contohnya, gelas itu berisi setengah air.

Data mengatakan bahwa volume O2 = 2 in3 dan volume H2O = 2 in3.

Kepala saya mengetahui bahwa gelas setengah penuh adalah sumber harapan. Dan, gelas setengah kosong adalah harapan yang hilang.

Hati saya percaya bahwa gelas setengah penuh.

Kebenaran intelektual lebih sulit diubah dibandingkan kebenaran faktual. Dan, kebenaran emosional lebih sulit diubah dibandingkan kebenaran intelektual.

Presentasi yang baik adalah presentasi yang menyajikan data. Presentasi yang hebat adalah presentasi yang mengubah apa yang kita tahu. Presentasi yang luar biasa adalah presentasi yang mengubah apa yang kita yakini.

Sebagai presenter, pertanyaan pertama yang perlu kita tanyakan kepada diri kita sendiri adalah untuk topik ini, untuk audiens ini, dan untuk diri saya sendiri, kebenaran apa yang harus saya sampaikan ?

Untuk menjawab hal tersebut, maka kita bisa menggunakan bucket rule.

Semua presentasi terdiri dari hanya 3 elemen, yaitu ide kita, kita, dan audiens kita. Itu adalah 3 bucket. Tugas kita adalah menghubungkannya.

Ketika kita berpikir tentang audiens kita, maka kita tentu saja ingin membantu audiens kita merasa terlibat, tetapi lebih dari itu kita ingin membantu mereka berubah ke arah yang lebih baik.

Jika kita tidak merubah audiens kita menjadi lebih baik, maka apa gunanya kita memberikan presentasi atau melakukan komunikasi ?

Mari kita ulangi. Membuat audiens kita berubah menjadi lebih baik, itulah moto presentasi atau komunikasi kita.

Ada 4 cara mengubah audiens kita menjadi lebih baik.

Cara # 1 : Mengubah Informasi Mereka

Kita bisa menambah informasi baru yang mereka belum tahu. Karena itu, mengetahui tingkat pengetahuan audiens kita menjadi hal yang sangat penting untuk kita lakukan.

Sebagai contoh, audiens Anda sudah mengetahui bahwa ada tiga aspek untuk dapat memberikan presentasi yang sistemastis, menarik dan berdampak bagi audiens mereka, yaitu : content, design, dan delivery.

Namun, Anda mengetahui bahwa selain tiga aspek tersebut yang sudah diketahui oleh audiens Anda, maka ada satu aspek lainnya yang sangat penting yang perlu mereka ketahui, yaitu diri mereka sendiri. Mereka mesti membenahi diri mereka sendiri dalam sikap, perilaku dan penampilan. Dalam hal ini, Anda menambah informasi yang perlu diketahui oleh audiens Anda. Dengan melakukan hal tersebut, maka Anda mengubah audiens Anda dari aspek penambahan informasi yang mereka ketahui.

Cara # 2 : Mengubah Ketrampilan Mereka.

Kita bisa memberitahu audiens kita bagaimana cara melakukan sesuatu yang berguna. Berikanlah audiens Anda penjelasan (explanations).

Penjelasan yang Anda berikan akan membawa audiens Anda ke tingkat pemahaman baru. Dalam memberikan penjelasan tersebut, maka Anda dapat menyampaikan tahap-tahapannya. Ketika penjelasan Anda mencapai tahap akhir dan audiens Anda dapat menerapkannya, maka audiens Anda mempunyai ketrampilan baru.

Cara # 3 : Mengubah Tindakan Mereka.

Untuk ini, maka Anda perlu meyakinkan audiens Anda. Anda bisa melakukan pitch yang artinya menjual ide.

Anda memberikan pitch dengan membangun tempat berpijak yang sama dengan audiens Anda dengan menyebutkan masalah yang mereka akui, kemudian Anda menyampaikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

Jika pitch Anda meyakinkan, maka audiens Anda akan membeli ide Anda dan mengambil tindakan yang Anda sarankan.

Cara # 4 : Mengubah Keyakinan Mereka.

Anda bisa memberikan inspirasi untuk audiens Anda dengan memberikan pemahaman baru bagaimana mereka melihat sesuatu. Untuk itu, Anda bisa memberikan pandangan baru terhadap sesuatu.

Misalnya, audiens Anda mempunyai sudut pandang bahwa untuk meyakinkan orang lain dilakukan dengan mengalahkan orang lain.

Di lain pihak, untuk mengubah keyakinan mereka, Anda memberikan inspirasi bahwa untuk meyakinkan orang lain, maka Anda lakukan dengan meyakinkan orang lain. Ketika Anda menunjukkan mengapa Anda melakukan pendekatan itu, bagaimana caranya, dan apa hasilnya, maka apa yang Anda sampaikan bisa mengubah keyakinan mereka.

Demikanlah, 4 cara mengubah audiens Anda ketika Anda melakukan presentasi atau komunikasi.

Pertama, mengubah informasi mereka.

Kedua, mengubah ketrampilan mereka.

Ketiga, mengubah tindakan mereka.

Keempat, mengubah keyakinan mereka.

Ketika Anda berpikir tentang audiens Anda, maka bantulah mereka untuk berubah ke arah yang lebih baik. Membuat audiens Anda berubah menjadi lebih baik, itulah yang mesti menjadi moto presentasi atau komunikasi Anda. Untuk itu, Anda dapat menggunakan empat cara yang dijelaskan di atas.

Jika postingan ini bermanfaat bagi Anda, maka jangan lupa berikan komentar pada postingan ini agar postingan minggu berikutnya bisa menampilkan insight yang lebih baik. Selain itu, bagikan postingan ini ke kolega Anda agar kolega Anda dapat juga belajar dari postingan ini. Terima kasih atas bantuan yang telah Anda lakukan untuk menyebarkan postingan ini.

 

Jika Anda Ingin Membagi Cerita Kepada Audiens Anda, Maka Gunakanlah 5 Point Authority Communication Framework

Mengapa cerita sangat penting dalam presentasi atau komunikasi kita ?

Karena cerita dapat menginspirasi dan mempengaruhi, bahkan menyelamatkan kehidupan orang lain. Cerita dapat mengubah pemikiran satu generasi menuju kondisi yang lebih baik.

Cerita juga bisa membangun. Cerita adalah landasan keyakinan, tulang punggung budaya dan inti dari motivasi. Dari cerita yang kita ceritakan kepada diri kita sendiri hingga cerita yang kita dengar, lihat, dan tunjukkan, maka cerita adalah cara terbaik untuk menemukan, mengungkapkan, dan belajar tentang hal-hal yang unik bagi kita masing-masing, serta kesamaan yang kita miliki.

Kekuatan cerita tidak terbantahkan. Dan, kekuatan menunjukkan cerita adalah sesuatu yang transformasional. Itulah sebabnya alat penting yang harus dikuasai untuk berkomunikasi dengan sukses adalah menunjukkan cerita.

Pertanyaannya adalah bagaimana Anda dapat menunjukkan cerita dalam komunikasi atau presentasi Anda ?

Berita baiknya, ada satu cara yang dijelaskan oleh Sam Cawthorn dalam bukunya “Storyshowing : How to Stand Out from the Storytellers”, yaitu menggunakan 5 Point Authority Communication Framework (ACF). ACF merupakan cetak biru untuk mengorganisasikan konten Anda. Gunakanlah untuk berhubungan dengan audiens, klien atau konsumen Anda untuk menunjukkan mereka sebuah cerita yang dapat menginspirasi mereka.

Untuk memahami 5 Point Authority Communication Framework tersebut, mari kita perhatikan penjelasan berikut ini.

Point # 1 : Problem

Kita semua dalam berkomunikasi mesti memberikan nilai (value) bagi audiens kita. Nilai dalam pesan kita dimulai dengan menyampaikan pain points. Pain point merujuk kepada sesuatu yang tidak enak atau tidak nyaman bagi audiens kita. Mudahnya, paint point adalah masalah yang dialami oleh audiens kita.

Satu-satunya cara untuk menemukan apa masalah yang dialami oleh audiens kita adalah dengan menemukan siapa audiens kita dan apa situasi yang dialaminya. Lakukan hal ini dengan meneliti segala sesuatu tentang mereka dengan mensurvei mereka, masuk ke dalam dunia mereka dan jika dapat tanyakan apa yang mereka inginkan, pikirkan atau butuhkan. Sebelum Anda melakukan hal tersebut, jangan asumsikan Anda mengetahui audiens atau klien Anda.

Jika Anda ingin mentransformasikan pandangan audiens Anda, maka Anda perlu membagi sebuah cerita yang relevan bagi mereka. Temukan apa paint points mereka dan sampaikan.

Mulailah cerita Anda dengan pertanyaan : “Apakah Anda pernah … ?”

Contohnya, misalnya Anda seorang penjual asuransi, maka Anda dapat menyampaikan ke audiens Anda “apakah Anda pernah kawatir tentang bagaimana istri dan anak perempuan Anda akan menghadapi masalah keuangan jika sesuatu terjadi kepada Anda ?”

Kita semua digerakkan oleh emosi kita dan bagaimana kita merasakan. Oleh karena itu, tanyakan pertanyaan yang relevan dengan paint points audiens Anda, sehingga mereka akan siap untuk mendengarkan Anda, karena apa yang Anda sampaikan berhubungan dengan masalah mereka.

Point # 2 : Idea

Setelah menunjukkan bahwa Anda mengetahui bagaimana perasaan audiens Anda terkait dengan masalah yang mereka alami, maka Anda dapat mengemukakan penawar atau obat untuk masalah mereka, yaitu ide Anda.

Ide yang Anda sampaikan perlu ringkas. Satu baris kalimat sudah cukup. Hal ini perlu Anda lakukan, karena salah satu isu terbesar berkaitan dengan komunikasi adalah tidak jelasnya ide yang disampaikan oleh orang. Mereka tidak jelas dengan pesan yang mereka sampaikan.

Cara yang paling efektif untuk mengkomunikasikan ide Anda adalah dengan pernyataan yang singkat, tajam, dan langsung ke intinya yang dimulai dengan, “Saya telah menemukan bahwa …”

Contohnya, Anda dapat menyampaikan :

  • “Saya telah menemukan bahwa ketika Anda membeli produk kecantikan ini, maka produk tersebut akan membuat wajah Anda lebih putih dan bersinar.”
  • “Saya telah menemukan bahwa ketika Anda menggunakan sistem penanganan keluhan pelanggan berbasis artificial intelligence ini, maka Anda dapat menangani keluhan pelanggan Anda.”

Point # 3 : Evidence

Anda harus meyakinkan audiens Anda bahwa ide Anda lebih baik dari ide orang lainnya. Tunjukkan kepada audiens Anda mengapa ide Anda dapat mengatasi masalah atau kefrustrasian mereka.

Anda melakukan hal tersebut dengan melibatkan kepala mereka, yaitu dengan menyajikan bukti (evidence). Bukti bisa berupa informasi, riset, data, statistik, studi kasus atau testimoni. Bukti menunjukkan bahwa ide Anda muncul dari dasar yang kokoh. Ide Anda mempunyai kedalaman dan dapat dipercaya.

Tunjukkan kredibilitas Anda dengan sebuah kalimat yang dimulai dengan, “penelitian menunjukkan kita bahwa … “ Lalu, utarakan hasil penelitian, fakta, statistik atau studi kasus untuk mendukung ide Anda.

Point # 4 : Story

Setelah menghubungkan ide Anda dengan kepala audiens Anda, maka kini saatnya untuk menghubungkan ide Anda dengan hati mereka. Libatkan sisi kanan dari otak audiens Anda, sisi kreatif mereka. Libatkan ide Anda dengan emosi mereka, semua lima indra mereka (sentuhan (kulit), penglihatan (mata), pendengaran (telinga), penciuman (hidung) dan rasa (lidah)).

Cara terbaik untuk melakukan hal tersebut adalah dengan menunjukkan audiens Anda cerita yang menarik. Lee Lefever dalam bukunya “The Art of Explanation: Making Your Ideas, Products, and Services Easier to Understand” menjelaskan format dasar dari sebuah cerita, yaitu :

  • Temui Bob, ia seperti Anda.
  • Bob mempunyai masalah yang membuatnya merasa tidak nyaman.
  • Sekarang Bob menemukan sebuah solusi dan ia merasa lebih baik.
  • Tidakkah Anda ingin seperti Bob ?

Dalam membuat cerita, Anda dapat memasukkan fakta seperti format di atas yang melibatkan tindakan atau pengalaman orang lain yang mendukung ide Anda. Memasukkan hal tersebut akan membuat perbedaan yang besar dan mengundang audiens Anda untuk melihat ide Anda dari perspektif yang lebih alami dan baru.

Point # 5 : Call to Action

Anda telah menyampaikan masalah audiens Anda, menyajikan ide Anda untuk menyelesaikan masalah audiens Anda, memberikan bukti untuk menopang ide Anda untuk menumbuhkan sisi logis dari audiens Anda, menjelaskan cerita untuk mendukung ide Anda dari aspek emosi audiens Anda. Maka, sekarang Anda perlu meyakinkan mereka mengenai apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.

Jika Anda menjual sebuah produk atau layanan dan Anda ingin audiens Anda membelinya, maka panggilan aksi (call to action) Anda untuk audiens Anda lakukan harus strategik. Sajikan fitur dan benefit dari produk atau layanan Anda. Tunjukkan audiens Anda bahwa produk atau layanan Anda akan memberikan nilai bagi mereka jika mereka membelinya.

Anda harus menggerakkan audiens Anda untuk menuju pada pembelian dan bawa mereka kepada suatu keadaan yang mendesak untuk melakukannya. Minta mereka untuk mengambil tindakan saat ini juga.

Anda bisa mulai panggilan aksi Anda dengan pernyataan, “Sekarang saya ingin bekerja dengan Anda untuk …”; kemudian lanjutannya Anda bisa menggunakan formula tiga point. Untuk itu, Anda dapat mengatakan, “hal pertama yang perlu Anda lakukan adalah …”, hal kedua yang perlu Anda jalani adalah …”, dan “hal ketiga yang perlu Anda kerjakan adalah …”

Atau untuk panggilan aksi Anda untuk audiens Anda, maka Anda dapat mengatakan, “Sekarang saya ingin mengajarkan Anda bagaimana untuk …”

Tawarkan sebuah framework, formula, sistem, proses, “how to” atau “step by step” yang dapat Anda ajarkan. Selanjutnya, Anda gunakan formula tiga point. Misalnya, “langkah pertama yang perlu Anda lakukan adalah …”, langkah kedua yang perlu Anda jalani adalah …”, dan “langkah ketiga yang perlu Anda kerjakan adalah …”

Demikianlah, cara membagi cerita Anda kepada audiens Anda dengan menggunakan 5 point authority communication framework.

Pertama, Anda sampaikan masalah audiens Anda yang merupakan ketidakyamanan bagi mereka.

Kedua, Anda sampaikan ide Anda yang akan menyelesaikan masalah audiens Anda.

Ketiga, Anda jelaskan bukti yang mendukung ide Anda untuk membangkitkan sisi logika dari audiens Anda.

Keempat, Anda utarakan cerita untuk menyokong ide Anda untuk mengaktifkan aspek emosi dari audiens Anda.

Kelima, Anda sampaikan panggilan aksi untuk audiens Anda dengan menggunakan formula tiga point.

Dengan mengikuti lima point tersebut untuk menyampaikan ide yang ingin Anda jelaskan kepada audiens Anda, maka Anda dapat menginspirasi audiens Anda untuk melakukan sebuah tindakan. Dan, Anda dapat mentransformasikan kehidupan mereka ke arah yang lebih baik.

Jika postingan ini bermanfaat bagi Anda, maka jangan lupa berikan komentar pada postingan ini agar postingan minggu berikutnya bisa menampilkan insight yang lebih baik. Selain itu, bagikan postingan ini ke kolega Anda agar kolega Anda dapat juga belajar dari postingan ini.